ANALISIS GAYA BAHASA
DALAM CERPEN AKAR PULE KARYA OKA RUSMINI DAN RUMAH
BAMBU KARYA Y.B MANGUNWIJAYA
Dosen : Dr. Dwijani Ratna Dewi, M.Pd.
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Ujian Akhir Semester
Mata Kuliah Linguistik Lanjut dan Terapan
OLEH:
Indriani Julaika
( 20152110017 )
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA
TAHUN
2015
PENDAHULUAN
Bahasa adalah kunci pokok bagi
kehidupan manusia di atas dunia ini, karena dengan bahasa orang bisa
berinteraksi dengan sesamanya dan bahasa merupakan sumber daya bagi kehidupan bermasyarakat.
Adapun bahasa dapat digunakan apabila saling memahami atau saling mengerti erat
hubungannya dengan penggunaan sumber daya bahasa yang kita miliki. Sedangkan Sastra
dan bahasa merupakan dua bidang yang tidak dapat dipisahkan. Hubungan antara
sastra dengan bahasa bersifat dialektis (Wellek dan Warren, 1990: 218).
Bahasa sebagai sistem tanda primer
dan sastra dianggap sebagai sistem tanda sekunder menurut istilah Lotman (dalam
Teeuw, 1984: 99). Bahasa sebagai sistem tanda primer membentuk model dunia bagi
pemakainya, yakni sebagai model yang pada prinsipnya digunakan untuk mewujudkan
konseptual manusia di dalam menafsirkan segala sesuatu baik di dalam maupun di
luar dirinya. Selanjutnya, sastra yang menggunakan media bahasa tergantung pada
sistem primer yang diadakan oleh bahasa. Dengan kata lain, sebuah karya sastra
hanya dapat dipahami melalui bahasa.
Sastra adalah kegiatan kreatif,
sebuah karya seni. Seseorang penelaah sastra harus dapat menerjemahkan
pengalaman sastranya dengan bahasa ilmiah, dia harus menjabarkannya dalam
uraian yang jelas dan rasional. Bahasa sastra mempunyai fungsi ekspresif,
menunjukkan nada dan sikap pembicara atau penulisnya. Bahasa sastra berusaha
mempengaruhi, membujuk dan pada akhirnya mengubah sikap pembaca (Wellek dan
Werren, 1995: 3)
Ciri khas sebuah karya sastra tidak
saja dilihat berdasarkan genre-nya, tetapi dapat pula dilihat melalui konvensi
sastra maupun konvensi bahasanya. Khusus dalam kaitan bahasa dalam sastra,
pengarang mengeksploitasi potensi-potensi bahasa untuk menyampaikan gagasannya
dengan tujuan tertentu. Dengan sudut pandang demikian dapat dikatakan bahwa
sebenarnya ada kekhususan atau keunikan masing-masing pengarang sebagai ciri
khasnya yang mungkin merupakan kesengajaan atau invensi pengarang dalam proses
kreatifnya.
Menurut Aminuddin (1995: 1) gaya
merupakan perujudan penggunaan bahasa oleh seorang penulis untuk mengemukakan
gambaran, gagasan, pendapat, dan membuahkan efek tertentu bagi penanggapnya
sebagaimana cara yang digunakannya. Sebagai wujud cara menggunakan kode
kebahasaan, gaya merupakan relasional yang berhubungan dengan rentetan kata,
kalimat dan berbagai kemungkinan manifestasi kode kebahasaan sebagai sistem
tanda. Jadi, gaya merupakan simbol verbal.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan pejelasan latar belakang
tersebut, maka masalah yang muncul dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.
Bagaimana
gaya bahasa dan majas dalam cerpen Akar Pule karya Oka Rusmini dan cerpen Rumah
Bambu karya Y.B. Mangunwijaya?
2.
Gaya
bahasa apa saja yang dominan dalam cerpen Akar Pule karya Oka Rusmini dan
cerpen Rumah Bambu karya Y.B. Mangunwijaya?
Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah yang ada,
maka dalam menyelesaikan masalah tersebut memiliki tujuan:
1.
Untuk
mendeskripsikan gaya bahasa dan majas dalam cerpen Akar Pule karya Oka Rusmin
dan cerpen Rumah Bambu karya Y.B. Mangunwijaya?
2.
Untuk
mendeskripsikan Gaya bahasa yang dominan dalam cerpen Rumah Bambu karya Y.B.
Mangunwijaya dan cerpen Akar Pule karya Oka Rusmin
3.
Untuk
membedakan gaya bahasa cerpen Akar Pule karya Oka Rusmin dan cerpen Rumah Bambu
karya Y. B. Mangunwijaya.
KAJIAN
TEORI
Pengertian
Cerpen
Cerpen adalah jenis karya sastra yang
dipaparkan atau dijelaskan dalam bentuk tulisan yang berwujud sebuah cerita
atau kisah secara pendek, jelas, serta ringkas. Cerpen bisa disebut juga dengan
prosa fiksi yang isinya tentang mengisahkan yang hanya terfokus pada suatu
konflik atau permasalahan. Jadi cerpen dapat disimpulkan cerita pendek yang
hanya berpusat pada satu konflik. (www.mishba7.com)
Cerita pendek atau cerpen biasanya
ceritanya kurang dari 10.000 kata atau kurang dari 10 halaman. Selain itu
cerpen hanya memberi kesan tunggal yang demikian dan memusatkan diri pada satu
tokoh dan satu situasi saja.
Pengertian
Stilistika (Gaya Bahasa)
Gaya adalah keseluruhan cara yang
dilakukan dalam aktivitas kehidupan sehari-hari, baik kegiatan jasmaniah maupun
rohaniah, baik lisan maupun tulisan. Baik gaya maupun gaya bahasa berkaitan
dengan aspek keindahan. Proses penciptaan gaya bahasa jelas disadari oleh
penulisnya.(Nyoman, 2009: 161)
Secara definitif stilistika adalah
ilmu yang berkaitan dengan gaya dan gaya bahasa. Dalam bahasalah cara-cara
tersebut dieksploitasi sedemikian rupa karena bahasa adalah sistem tanda,
melaluinya berbagai cara dapat dilakukan dalam rangka memperoleh makna secara
maksimal. (Nyoman, 2009: 167)
Istilah stilistika berasal dari istilah stylistics dalam bahasa Inggris.
Istilah stilistika atau stylistics terdiri dari dua kata styledan ics. Stylist
adalah pengarang atau pembicara yang baik gaya bahasanya, perancang atau ahli
dalam mode. Icsatau ikaadalah ilmu, kaji, telaah. Stilistika adalah ilmu gaya
atau ilmu gaya bahasa.
Dalam Tifa Penyair dan Daerahnya, Jassin merumuskan bahwa ilmu bahasa
yang menyelidiki gaya bahasa disebut stilistika atau ilmu gaya (1978:127).
Dalam Mitos dan Komunikasi, “Strategi untuk Suatu Penyelidikan Stilistika,”
Yunus merumuskan stilistik (a) dibatasi kepada penggunaan bahasa dalam karya
sastra.
Dalam beberapa kamus umum dan istilah pengertian stilistika itu sama atau
hampir bersamaan. Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia(1988:859), stilistika, ilmu tentang penggunaan bahasa dan gaya
bahasa di dalam karya sastra.
Dalam
Stylistics, Harmondworth Penguin Book Tunner (1977:7) merumuskan bahwa
stilistika adalah bagian dari linguistik yang memusatkan perhatiannya pada
variasi penggunaan bahasa terutama bahasa dalam kesusastraan.
Berdasarkan
berbagai uraian di atas dapat dirumuskan bahwa:
1)
Stilistika
adalah ilmu interdisipliner linguistik dengan sastra.
2)
Stilistika
adalah ilmu tentang pemakaian bahasa dalam karya sastra.
3)
Stilistika
adalah ilmu gaya bahasa yang digunakan dalam wacana sastra.
4)
Stilistika
adalah mengkaji wacana sastra dengan orientasi linguistik.
Dalam Kamus Istilah Sastra, Sudjimar (1990:79) menuliskan stilistika
(Stylistics), ilmu yang menyelidiki penggunaan bahasa dan gaya bahasa di dalam
karya sastra. Dalam Kamus Istilah Sastra, Zaidan dkk (1994:194) menuliskan
stilistika ilmu yang meneliti penggunaan bahasa dan gaya bahasa dalam karya
sastra. Dalam Leksikon Sastra, Yusuf (1995:277) menuliskan stilistika
(Stylistics), ilmu yang menyelidiki bahasa yang digunakan dalam karya sastra,
perpaduan ilmu linguistik dan sastra.
Majas
Majas (Figure of speech) adalah
pilihan kata tertentu sesuai maksud penulis dan pembicara dalam rangka
memperoleh aspek keindahan. Pada umumnya majas dibedakan menjadi empat macam,
yaitu: majas penegasan, perbandingan, pertentangan, dan majas sindiran.
Bentuk-bentuk kalimat yang menggunakan majas inilah yang juga disebut dengan
gaya bahasa. Majas hanya sebagai penunjang unsur-unsur yang berfungsi untuk
melengkapi gaya bahasa. (Nyoman, 2009:164)
Majas atau gaya bahasa adalah
pemanfaatan kekayaan bahasa, pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh
efek-efek tertentu yang membuat suatu karya sastra semakin hidup.
Simbol,
Tanda, dan Lambang
Dalam kehidupan sehari-hari simbol,
tanda, dan lambang dianggap pengertian yang sama, benda atau hal apa saja yang
berfungsi mewakili sesuatu yang lain. Sebagai akibatnya akan timbul pernyataan
secara tidak langsung, implisit, konotatif, dan ambigu. Simbol adalah bagian
dunia makna yang berfungsi sebagai designator, sedangkan tanda adalah bagian
dunia fisik berfungsi sebagai operator.
Studi simbol secara garis besar ada
empat makna utama yaitu: makna esensial, makna samar-samar, makna irasional,
dan makna ketidaksadaran. Makna irasional mengandaikan adanya suatu makna
tertentu yang tersembunyi dan harus dicari yang mempertentangkan dengan makna
permukaan. Makna samar-samar, ambigu, juga mengandaikan adanya pesan tersembunyi
yang harus dicari.
Sistem simbol dan tanda, maupun
lambang dan isyarat, fungsinya adalah untuk mengganti sesuatu yang lain.
Perbedaannya, dalam simbol hubungan antara benda dengan makna bersifat arbitrer
dan konvesional, sedangkan dalam tanda proses hubungannya masih menunjukkan
adanya kedekatan atau kesamaan. Sedangkan lambang sendiri secara langsung
berkaitan dengan wujud bendanya.(Nyoman, 2009: 170).
METODE
PENELITIAN
Penelitian ini termasuk dalam kajian
tekstual yaitu berdasarkan pada karya itu sendiri. Oleh karena itu dalam
penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif ini
dapat memberi gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual, dan akurat
mengenai fakta.
METODE
TEKNIK PENGUMPULAN DATA
Pengumpulan data penelitian ini
menggunakan metode deskriptif kualitatif yaitu membaca seksama dan pencatatan.
Kegiatan membaca seksama dan pencatatan dilakukan untuk menjaring data yang
berkaitan dengan gaya bahasa.
Membaca seksama ini kemudian
ditunjang dengan pencatatan. Pencatatan berusaha merekam aspek yang memberi
gambaran rinci tentang gaya bahasa yang terdapat dalam cerpen. Pengulangan
kegiatan ini terjadi setiap saat untuk penyempurnaan pengumpulan data.
TEKNIK ANALISIS DATA
Teknik content analisys adalah
teknik yang digunakan dalam penelitian kualitatif yang lebih menekankan pada
makna data. Mengenai metode ini Bud dalam Subiyakto (1993:1) menyatakan bahwa
teknik content analisys pada dasarnya merupakan suatu teknik sistematis
untuk menganalisis isi dan mengolah pesan.
PEMBAHASAN
Gaya
Bahasa Dalam Cerpen Akar Pule Karya Oka Rusmini
Cerpen Akar Pule karya Oka Rusmini
berlatar bali dengan rasa dan kata-kata yang digunakan yaitu bahasa bali yang
sangat kental. Gaya penulisannyapun santai walaupun terlihat formal. Hal ini
dideskripsikan pada kutipan berikut:
“Lalu Aku bertemu I Made Pasek Barla”
“Ya, Aku memang Buduh, Gila! (Akar Pule, 2012:125)
“TANGKAP I Wayan Kondra! Tangkap! Sebelum kota ini ditimpa bencana!
“Kondra menghaturkan roh I Selem ke Pura Mrajapati! Lolong Sambug sambil
berlari mengelilingi altar persembahyangan di Pura”(Akar Pule, 2012:132-133)
Dengan gaya dan gaya bahasa, dalam
bahasa cara-cara tersebut dieksploitasi sedemikian rupa karena bahasa adalah
sistem tanda, melaluinya berbagai cara dapat dilakukan dalam rangka memperoleh
makna secara maksimal. (Nyoman, 167:2009). Bahasa yang telah dipaparkan dari
cerita Saring sudah jelas bahwa dalam cerpen Akar Pule inilah gaya bahasa yang
digunakan adalah bahasa Bali. Sebutan nama orang yang digunakan dalam cerpen ini
adalah suatu budaya khas Bali. Nama orang Bali umumnya diawali dengan sebutan
yang mencirikan kasta (wangsa). Anak pertama di Bali biasanya nama depan selalu
menggunakan Made, sedangkan nama seseorang yang nama depannya
menggunakan Putu itu berarti itu adalah seorang cucu, dan Wayan adalah
panggilan seseorang yang tertua atau anak tertua, contohnya adalah I wayan
Kondra seorang yang dikenal orang tertua di daerah Bali yang terkenal mempunyai
ilmu hitam.
Majas (Figure of speech) adalah
pilihan kata tertentu sesuai maksud penulis dan pembicara dalam rangka
memperoleh aspek keindahan.(Nyoman, 2009:164) Beberapa penggunaan bahasa
figuratif yang terdapat dalam dalam cerpen Akar Pule diantaranya terdapat
banyak penggunaan gaya bahasa figuratif yang berupa majas. Berikut wacana yang
terdapat pada cerpen Akar Pule dengan penggunaan gaya bahasa majas:
“matanya nakal. Walaupun sudah ada perempuan disampingnya, matanya selalu
berkeliaran berusaha menyantap mataku. Aku menyukainya, Aku suka mata lelaki
yang mampu perempuan terbakar. Mata seperti milik Barla yang mampu mengupas
tubuhku.”
“Barla tidak pernah berbicara padaku. Hanya matanya yang selalu
mengeluarkan huruf-huruf, yang meletus pelan-pelan. Pecahannya merobek-robek
pori-pori keringatku. Aku jadi basah. Nikmat.”(Akar Pule, 2012:125)
“Suara burung terasa ganjil. Membuat warga makin menggigil. Langit sangat
suram. Tak terlihat setitik bintangpun. Kabut menyelimuti Pura, Raung anjing
sahut-sahutan. Orang -orang berkerumun dengan wajah beku”(Akar Pule, 2012:132)
Dari kutipan diatas menggambarkan
bahwa bahasa yang digunakan dalam cerpen Akar pule tersebut banyak menggunakan
gaya bahasa majas sehingga keindahan bahasanya muncul dan ditunjang atau
digunakan juga keunikan dan pemilihan kosakata yaitu tampak pada pemilihan dan
pemakaian bahasa khas Bali. Dengan gaya bahasa majas inilah menunjukkan
pemanfaatan kekayaan bahasa, pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh
efek-efek tertentu yang membuat suatu karya sastra semakin hidup.
Gaya
Bahasa dalam Cerpen Rumah Bambu Karya Y.B Mangunwijaya
Dalam kehidupan sehari-hari simbol,
tanda, dan lambang dianggap pengertian yang sama, benda atau hal apa saja yang
berfungsi mewakili sesuatu yang lain. Dalam cerpen Rumah Bambu menggunakan
simbol atau tanda dan lambang. Hal ini dideskripsikan pada kutipan berikut:
“Ada Macan tultul, ada bambu tultul
juga. Kuning gading berbintik-bintik besar kecil cokelat elok. Puas sekali
Parji memandang dan menyeka lincak bambu tultul yang baru
dibelinya.”(Mangunwijaya, 2012:88)
Dalam kutipan diatas Mangunwijaya
menggunakan penggambaran simbol atau tanda kursi dengan kuning gading
berbintik-bintik besar kecil cokelat elok ketimbang sebuah kursi elok berwarna
kuning gading bermotif gambar bagus-bagus berwarna warni. Kursi bambu
menandakan keasrian rumah pedesaan yang semua perabotan terbuat dari hasil
alam, dari tanda tersebut sebuah cerpen tampak menarik dan indah sehingga lebih
efektif.
Adapun wacana yang menunjukkan suatu
simbol atau tanda yang bermakna yaitu seperti berikut:
“Kelahiran anak pertama harus terjadi
di rumah nenek. Biar dapat ditolong oleh mereka yang sudah banyak makan garam,
atau lebih tepatnya yang sudah berkalung gelang ari-ari.”(Mangunwijaya,
2012:90)
Dari
wacana diatas, yang dimaksud banyak makan garam dan sudah berkalung gelang
ari-ari yaitu orang tua yang sudah banyak pengalaman bagaimana cara memberi
pertolongan pertama saat melahirkan dan merawat seorang bayi yang baru lahir.
Selain
menggunakan gaya bahasa simbol, tanda, dan lambang, cerpen Rumah bambu
menggunakan gaya bahasa unik dan pemilihan kosakata yaitu tampak pada pemilihan
dan pemakaian bahasa khas Jawa. Hal ini dapat dideskripsikan pada wacana
berikut:
“Parji masuk kamar tidur yang
seluruhnya dijadikan amben, ranjang luas yang dibatasi oleh empat sisi
dinding. Sesuai dengan nasehat Ibu Kolonel. Tinggal mengamankan pintu dan si
bayi boleh bergelimpangan sesuka sinyo-cokelat.”(Mangunwijaya, 2012:91)
Dari
kutipan diatas menggambarkan bahwa bahasa yang digunakan dalam cerpen Rumah
Bambu sebagian menggunakan bahasa Jawa yaitu contohnya kata Amben yang
berasal dari bahasa jawa yang artinya ranjang luas, panggung luas di dalam
rumah.
Adapun
tanda atau simbol yang terdapat pada cerpen Rumah Bambu yang maknanya menyindir
dan mengolok-olok. Hal ini dijelaskan pada wacana berikut:
“Suster Mehtilda lagi. Kau selalu
bersembunyi di belakang rok Suster Mehtilda. Penyesalan atas keluarnya kata rok
sudah terlambat. Marah Pinuk mendesis: “Apa? Bersembunyi dibelakang rok? Kau
kira aku perempuan bodoh? Sepuluh tahun aku bekerja di susteran, dan aku cukup
tau mana yang sehat yang mana tidak untuk bayi.”
Dari
kutipan diatas maksudnya bersembunyi dibelakang rok artinya si Pinu istri Parji
selalu mengikuti apa kata suster Mehtilda. Jadi Pardi menuduh atau menyindir
Pinuk yang selalu mengikuti aturan dan apapun yang di ajarkan oleh Suster
Mehtilda dalam hal kesehatan terutama cara merawat bayi yang benar.
SIMPULAN
Dari analisis cerpen Akar Pule dan
Rumah Bambu semuanya selalu menggunakan keindahan bahasa yang muncul dan
ditunjang atau digunakan juga keunikan dan pemilihan kosakata yaitu tampak pada
pemilihan dan pemakaian bahasa khas daerah masing-masing. Seperti halnya dalam
cerpen Akar Pule selalu menggunakan bahasa bali sedangkan dalam cerpen Rumah
bambu sebagian hanya menggunakan bahasa jawa. Pada cerpen Akar Pule juga
menggunakan gaya bahasa majas inilah menunjukkan pemanfaatan kekayaan bahasa,
sedangkan pada cerpen Rumah Bambu selalu menggunakan simbol dan tanda sehingga
pada cerpen Rumah bambu ada pernyataan-pernyataan secara tidak langsung dan
implisit. Pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh efek-efek yang membuat
suatu karya sastra semakin hidup.
DAFTAR PUSTAKA
Kutha Ratna
Nyoman. 2009. Stilistika. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Mangunwijaya.
2012. Rumah Bambu. Jakarta: KPG
Rusmini Oka.
2012. Akar Pule. Jakarta: Grasindo
Subyakto, Henry. 1993.
Content Analysis dalam Kursus Penelitian Ilmu Sosial. Surabaya: Fisip UNAIR
Wellek, Rene and Austin
Werren. 1995. Teori Kesusastraan. Terjemahan Melani Budiman. Jakarta:
Gramedia












